Sampai keesokan harinya, Dita belum
juga bangun dari komanya. Adik-adiknya selalu menanyakan keadaan Dita pada
mamanya. Mama Dita seakan tidak ada pikiran lain selain memikirkan Dita. Beberapa
jam kemudian, Allah mengabulkan doa seorang ibu, Dita pun kembali menggerakkan
perlahan jemarinya dan mencoba membuka kedua matanya. Sekarang, Dita sadar
walaupun kata dokter, keadaannya masih lemah.
“Assalamua’alaikum..” ucap Fandi sembari mengetuk pintu rumah Dita
“Waalaikumsalam..ada apa den datang kemari? Mau mencari non Dita yaa?” ujar Mbok Imah
“Iyaa mbok. Ada Ditanya?”
“Lhoh! Non Dita kan dirawat di rumah sakit tha den?”
“Yaudah. Aku minta alamatnya ya mbok..”
“Iya den, ini.”
Tanpa berpikir panjang, Fandi langsung menuju rumah sakit. Sesampainyaa…
“Tantee.. Gimana keadaan Dita, tan?”
“Alhamdulillah, sekarang udah sadar kok Fan.”
“Alhamdulillah.. Boleh ketemu Dita tante?”
“Boleh kok Fan. Masuk aja..”
“Hai Ditaa..”
Dita hanya tersenyum, karena selang oksigen masih membalut hidungnya. Setelah beberapa menit kemudian, Fandi memutuskan untuk pulang ke rumah.
“Get well soon ya Dit”
Lagi-lagi Dita hanya bisa terseyum. Yaaakk, tak lupa Fandi sempat berbincang dengan adiknya. Bahwa sebenarnya Dita mengindap penyakit jantung dan Dita pernah berpesan pada adiknya agar Evan tak pernah dan jangan sampai mengetahui hal ini.
Setelah beberapa hari masa pemulihan Dita. Dan Dita sudah merasa ingin melakukan aktifitas biasa. Evan kembali ke kota ini. Kota yang mempertemukannya dengan Evan.
“Pas banget, malam ini kan saatnya #aprilwish, sayang” ucap Evan lewat perbincangan telepon
“Iya sayang.. #aprilwish : sayang kamu selamanya, Allah mempermudahkan jalanku untuk bertemu dengan-Nya”
“haa? apa sayang, kamu?”
“haa? enggak apa kok enggak apa”
“yaudah, aku #aprilwish sendiri aja ah”
“aneh ho aneh”
Sampai satu jam lebih mereka berbincang, akhirnya mereka semua ketiduran. Keesokan harinya Evan meminta Dita untuk ketemuan. Tapi sayang, Dita menolak ajakan Evan dengan alas an ada acara keluarga. Walau sebenarnya Dita harus mengikuti pelajarannya yang tertinggal dengan mengerjakan berbagai tugas selama Dita tidak masuk sekolah.
Beberapa hari kemudian setelah semuanya selesai. Dita mengajak Rangga untuk menemani Dita membeli kado untuk Evan. Karena hanya Rangga lah yang lebih tau semua hal tentang Evan daripada Fandi dan Ega. Dari took buku, tuku barang-barang unik sampai distro, mereka kunjungi. Tapi sayang, saat mereka mengunjungi sebuah distro, mereka bertemu dengan Evan. Evan merasa dibohongi oleh Dita, karena saat itu Dita izin untuk mengerjakan tugas bersama teman-temannya. Entah, mungkin Evan terbakar cemburu. Belum sampai Dita menjelaskan pada Evan. Evan langsung meninggalkan ditro itu dan menancapkan gas sekenjang mungkin. Yaah, di saat itu Dita merasa bersalah, tapi apa daya, semua ini telah tejadi.
Pada malam harinya, tanpa berpikir lebih logis dan tanpa penjelasan dari Dita. Malam itu juga Evan meminta agar hubungan ini diakhiri saja. Alasan Evan adalah mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Saat itu Dita ingin sekali menjelaskan, tapi lagi-lagi telponnya langsung ditutup oleh Evan. Air mata Dita langsung bercucuran. Sampai hati, Dita merasa bersalah. Malam itu malam yang sangat pedih bagi dirinya. Dita kira Evan orang yang mau mendengarkan penjelasannya dulu tanpa harus terbawa emosi. Dita kira Evan lah yang bisa mengerti keadaannya dan Dita kira Evan tak secemburu itu dengan sahabatnya sendiri.
Keesokan harinya, Fandi bertemu dengan Evan di gang deket sekolah Dita.
“Elo gak jemput Dita, Van?” ujar Fandi
“Enggak kok, Fan. Dia bukan siapa-siapa lagi buat gue.”
“Haa? maksut lo apaan Van? Elo putus?”
“Iya fan, gue sama Dita udah putus. Semalem.”
“Loh, kalian kenapa putus. Padahal gue sama Rangga, Ega, berharap elo bisa lebih langgeng daripada si Rangga.”
“Apaan? Orang gue sama Dita putus gara-gara dia!”
“Elo jangan gila ya Van. Gak mungkin lah Rangga khianatin elo gitu aja!”
“Terserah elo deh. Pokoknya kemarin gue liat Dita sama Rangga jalan barang ke distro! Lagi milih-milih baju!” ucap Evan dan langsung memasang wajah pasi
“Mungkin elo salah paham kali Van.”
“Udah yaa. Terserah elo deh. Dasar sahabat gak ada yang tau keadaan gue.” geram Evan sembari meninggalkan Fandi
Saat itu juga, Fandi langsung menuju rumah Dita untuk menanyakan perkara ini. Kebetulan Dita ada di depan rumah.
“Dit, gue mau bicara sama elo, sebentar.”
“Iyaa. Kenapa fan?”
“Elo putus sama Evan?”
“Hmm.. iya fan?
“Gara-gara Evan ngliat elo jalan sama Rangga”
“iya. Gini ceritanya Fan : Waktu itu gue mau nyari kado buat Evan. Gue emang sengaja ngajak Rangga. Karena dia yang ngerti seluk beluk Evan. Gue enggak ngerti harus minta tolong siapa. Yaudah, gue ngajak Rangga. Tapi waktu itu ketemu Evan. Evan langsung kebakar cemburu. Malemnya dia mutusin aku”
“Cuma itu? Sepele? Evan gak mau denger penjelasan elo dulu?”
“Enggak Fan. Itu yang jadi masalahnya.”
“Yaudah, ntar gue nyoba mbicarain ini sama Evan. Biar kalian balikan lagi.”
“Makasih yaah Fan.”
“Assalamua’alaikum..” ucap Fandi sembari mengetuk pintu rumah Dita
“Waalaikumsalam..ada apa den datang kemari? Mau mencari non Dita yaa?” ujar Mbok Imah
“Iyaa mbok. Ada Ditanya?”
“Lhoh! Non Dita kan dirawat di rumah sakit tha den?”
“Yaudah. Aku minta alamatnya ya mbok..”
“Iya den, ini.”
Tanpa berpikir panjang, Fandi langsung menuju rumah sakit. Sesampainyaa…
“Tantee.. Gimana keadaan Dita, tan?”
“Alhamdulillah, sekarang udah sadar kok Fan.”
“Alhamdulillah.. Boleh ketemu Dita tante?”
“Boleh kok Fan. Masuk aja..”
“Hai Ditaa..”
Dita hanya tersenyum, karena selang oksigen masih membalut hidungnya. Setelah beberapa menit kemudian, Fandi memutuskan untuk pulang ke rumah.
“Get well soon ya Dit”
Lagi-lagi Dita hanya bisa terseyum. Yaaakk, tak lupa Fandi sempat berbincang dengan adiknya. Bahwa sebenarnya Dita mengindap penyakit jantung dan Dita pernah berpesan pada adiknya agar Evan tak pernah dan jangan sampai mengetahui hal ini.
Setelah beberapa hari masa pemulihan Dita. Dan Dita sudah merasa ingin melakukan aktifitas biasa. Evan kembali ke kota ini. Kota yang mempertemukannya dengan Evan.
“Pas banget, malam ini kan saatnya #aprilwish, sayang” ucap Evan lewat perbincangan telepon
“Iya sayang.. #aprilwish : sayang kamu selamanya, Allah mempermudahkan jalanku untuk bertemu dengan-Nya”
“haa? apa sayang, kamu?”
“haa? enggak apa kok enggak apa”
“yaudah, aku #aprilwish sendiri aja ah”
“aneh ho aneh”
Sampai satu jam lebih mereka berbincang, akhirnya mereka semua ketiduran. Keesokan harinya Evan meminta Dita untuk ketemuan. Tapi sayang, Dita menolak ajakan Evan dengan alas an ada acara keluarga. Walau sebenarnya Dita harus mengikuti pelajarannya yang tertinggal dengan mengerjakan berbagai tugas selama Dita tidak masuk sekolah.
Beberapa hari kemudian setelah semuanya selesai. Dita mengajak Rangga untuk menemani Dita membeli kado untuk Evan. Karena hanya Rangga lah yang lebih tau semua hal tentang Evan daripada Fandi dan Ega. Dari took buku, tuku barang-barang unik sampai distro, mereka kunjungi. Tapi sayang, saat mereka mengunjungi sebuah distro, mereka bertemu dengan Evan. Evan merasa dibohongi oleh Dita, karena saat itu Dita izin untuk mengerjakan tugas bersama teman-temannya. Entah, mungkin Evan terbakar cemburu. Belum sampai Dita menjelaskan pada Evan. Evan langsung meninggalkan ditro itu dan menancapkan gas sekenjang mungkin. Yaah, di saat itu Dita merasa bersalah, tapi apa daya, semua ini telah tejadi.
Pada malam harinya, tanpa berpikir lebih logis dan tanpa penjelasan dari Dita. Malam itu juga Evan meminta agar hubungan ini diakhiri saja. Alasan Evan adalah mungkin ini yang terbaik untuk mereka. Saat itu Dita ingin sekali menjelaskan, tapi lagi-lagi telponnya langsung ditutup oleh Evan. Air mata Dita langsung bercucuran. Sampai hati, Dita merasa bersalah. Malam itu malam yang sangat pedih bagi dirinya. Dita kira Evan orang yang mau mendengarkan penjelasannya dulu tanpa harus terbawa emosi. Dita kira Evan lah yang bisa mengerti keadaannya dan Dita kira Evan tak secemburu itu dengan sahabatnya sendiri.
Keesokan harinya, Fandi bertemu dengan Evan di gang deket sekolah Dita.
“Elo gak jemput Dita, Van?” ujar Fandi
“Enggak kok, Fan. Dia bukan siapa-siapa lagi buat gue.”
“Haa? maksut lo apaan Van? Elo putus?”
“Iya fan, gue sama Dita udah putus. Semalem.”
“Loh, kalian kenapa putus. Padahal gue sama Rangga, Ega, berharap elo bisa lebih langgeng daripada si Rangga.”
“Apaan? Orang gue sama Dita putus gara-gara dia!”
“Elo jangan gila ya Van. Gak mungkin lah Rangga khianatin elo gitu aja!”
“Terserah elo deh. Pokoknya kemarin gue liat Dita sama Rangga jalan barang ke distro! Lagi milih-milih baju!” ucap Evan dan langsung memasang wajah pasi
“Mungkin elo salah paham kali Van.”
“Udah yaa. Terserah elo deh. Dasar sahabat gak ada yang tau keadaan gue.” geram Evan sembari meninggalkan Fandi
Saat itu juga, Fandi langsung menuju rumah Dita untuk menanyakan perkara ini. Kebetulan Dita ada di depan rumah.
“Dit, gue mau bicara sama elo, sebentar.”
“Iyaa. Kenapa fan?”
“Elo putus sama Evan?”
“Hmm.. iya fan?
“Gara-gara Evan ngliat elo jalan sama Rangga”
“iya. Gini ceritanya Fan : Waktu itu gue mau nyari kado buat Evan. Gue emang sengaja ngajak Rangga. Karena dia yang ngerti seluk beluk Evan. Gue enggak ngerti harus minta tolong siapa. Yaudah, gue ngajak Rangga. Tapi waktu itu ketemu Evan. Evan langsung kebakar cemburu. Malemnya dia mutusin aku”
“Cuma itu? Sepele? Evan gak mau denger penjelasan elo dulu?”
“Enggak Fan. Itu yang jadi masalahnya.”
“Yaudah, ntar gue nyoba mbicarain ini sama Evan. Biar kalian balikan lagi.”
“Makasih yaah Fan.”
Keesokan
lusanya, Fandi berusaha dengan sangat untuk mempersatukan mereka. Fandi
langsung memberitahukan pada Rangga akan misinya. Dan mengajak Rangga untuk
menjelaskan ini semua pada Evan. Rangga pun menyetujui rencana Fandi karena
Rangga tak ingin hubungan sahabatnya putus hanya karena kesalah pahaman. Tapi
Rangga menyempatkan ke rumah Shinta karena Shinta meminta Rangga untuk bertemu
sebentar. Rasa gelisah terpendam dalam jiwa Rangga. Takut, rasanya takut jika
pacarnya meminta mengakhiri hubungan ini. Setelah Rangga memarkirkan motornya
dan bergegas mencari Shinta. Rangga melihat Shinta sedang bermesra-mesraan
dengan cowok lain. Hati siapa yang tak sakit melihat itu. Mungkin itu karma,
untuk dirinya.
“Shin, apa maksutmu nyuruh aku
datang ke sini?!”
“Aku cuma mau bilang, hari ini kita putus”
“Haa! Apaa! Dengan cara ini dan semudah ini kamu bilang itu?”
“Iyaa. Maafin aku, Ngga.”
Shinta langsung meninggalkan Rangga begitu saja bersama dengan cowok itu. Aku tau, aku memang tak pantas, badanku tak sebagus dia, aku tak setinggi dia, tak setampan dia, dan tak sekaya dia, tapi aku punya perasaan, dalam hatinya Rangga menangis. Rangga langsung ke rumah Fandi dengan kecepatan 80 km/jam. Tapi sayang, mungkin karena terbebani pikiran, Rangga mengelamun dalam perjalanannya, sehingga Rangga tak melihat bahwa didepannya ada truk gandeng. Rangga pun langsung terlempar begitu kerasnya dan nyaris kepalanya terbentur trotoar. Seketika Rangga langsung dibawa ke IGD karena keadaannya sangat serius.
“Aku cuma mau bilang, hari ini kita putus”
“Haa! Apaa! Dengan cara ini dan semudah ini kamu bilang itu?”
“Iyaa. Maafin aku, Ngga.”
Shinta langsung meninggalkan Rangga begitu saja bersama dengan cowok itu. Aku tau, aku memang tak pantas, badanku tak sebagus dia, aku tak setinggi dia, tak setampan dia, dan tak sekaya dia, tapi aku punya perasaan, dalam hatinya Rangga menangis. Rangga langsung ke rumah Fandi dengan kecepatan 80 km/jam. Tapi sayang, mungkin karena terbebani pikiran, Rangga mengelamun dalam perjalanannya, sehingga Rangga tak melihat bahwa didepannya ada truk gandeng. Rangga pun langsung terlempar begitu kerasnya dan nyaris kepalanya terbentur trotoar. Seketika Rangga langsung dibawa ke IGD karena keadaannya sangat serius.
Evan
yang seketika melewati jalan itu. Tak melihat bahwa korban yang tergelatak
tersebut adalah sahabatnya sendiri. Sesampainya di rumah, Fandi telah menunggu
Evan.
Fandi berusaha menjelaskan semua permasalahan itu pada Evan. Saat itu, Fandi tak mengajak Rangga, karena Fandi telah menunggu Rangga sampai ia jenuh Rangga tak muncul juga.
Fandi berusaha menjelaskan semua permasalahan itu pada Evan. Saat itu, Fandi tak mengajak Rangga, karena Fandi telah menunggu Rangga sampai ia jenuh Rangga tak muncul juga.
“Van, gue mohon ke elo, mending elo balik sama Dita. Dita masih mbutuhin elo Van. Semua yang terjadi kemarin cuma salah paham.”
“Emang elo tau kronologinya haa?”
“Gue tau Van, kemarin gue dijelasin sama Dita. Waktu itu Dita cuma butuh Rangga karena cuma Rangga yang tau seluk beluk elo. Sebenarnya Dita mau ngasih elo kado yang cocok.”
“Gue butuh salah satu dari mereka sekarang”
Handphone Fandi bordering, ternyata itu dari adik Rangga.
“Kak, kak Fandi.. kak Rangga kak..”
“Kak Rangga kenapa dek, kenapa?”
“Kak Rangga masuk IGD kak, tadi dia kecelakaan. Keadaannya serius.”
“Yaudah, kakak langsung ke sana yaa.”
Dengan segera Fandi dan Evan langsung menuju rumah sakit. Fandi memohon pada orang tua Rangga agar diizinkan masuk ke ruangan Rangga. Dan…
“Van, gue minta maaf sama elo. Gue mohon elo balik sama Dita. Dia butuh elo. Waktu itu cuma salah paham.”d terbata-bata Rangga mengatakan itu
“Iyaa Ngga. Gue maafin elo. Gue janji gue bakal balikan sama Dita.”
“Van, Fan, selamat tinggal”
Genggaman tangan Rangga semakin melemah, matanya perlahan menutup, hembusan nafasnya telah hilang, nadinya tak terasa lagi. Dengan cepat, Rangga dipanggil Yang Kuasa.
Keesokan harinya, jenazah Rangga dimakamkan. Di sana Evan, Fandi, Ega, Shinta, Dita nampak dalam pemakaman Rangga. Sekiranya, semua pelayat dan keluarga besar Rangga meninggalkan jenazah Rangga, Evan masih tetap berada di samping gundukan tanah itu. Evan berjanji akan menjaga Dita sebaik mungkin. Rangga berjanji akan selalu ada di sampingnya dan mencoba untuk merendahkan keemosiaannya. Tak lama kemudian, Evan meninggalkan pemakaman tersebut..
Sore harinyaa...
#To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar