Rabu, 14 Desember 2011

Empat Puluh Hari (Part 6)




Keesokan harinyaaaa……
Handphone Dita kembali berdering.. ‘Evan-calling’
            “Pagi sayang, maaf ganggu.”
            “Iyaa, kenapa?”
            “Maaf yah sayang, hari ini aku gak bisa pergi bareng kamu, sms.an juga mungkin gak bisa.”      
            “Ooh, yaudah gapapa kok sayang.”
            “Yaudah yah sayang.”
------------------------------------

            Seharian itu, Dita hanya melamun dan selalu menyendiri. Entah apa yang dipikirkan Dita. Wajahnya pucat pasi. Saat ditanya adiknya pun Dita tidak menjawab. Tapi sayang, saat Dita sedang melaksanakan shalat dhuzur, jantungnya kumat. Dita langsung di bawa ke rumah sakit. Dan Dita harus menjalani hari ini di ruang ICU. Detak jantung nya sangat lemah, mama nya sangat khawatir dengan keadaan Dita. Malam harinya, keadaan Dita semakin kritis. Bahkan dokter menyarankan untuk tetap berdoa kepada Yang Kuasa. Namun, benar! Saat pukul 3 dini hari, Dita telah meninggalkan dunia, dan kembali kepada Yang Kuasa.


            Di lain sisi, Fandi menggunakan handphone Dita memberikan ucapan kepada Evan dan bisa jadi ‘first people’ buat Evan. Saat Evan mencoba menghubungi Dita, handphone Dita slalu dimatikan karena Fandi tak ingin rencana Dita gagal. Di pagi harinya, sebelum Evan terbangun. Fandi dan Ega meletakkan sebuah kotak dari Dita untuk Evan. Setelah beberapa meter dari rumah Evan, Rafi menelpon Fandi.
            “Kak, kak Fandi.”
            “Iyaa, ada apa Rafi, kenapa kamu gugup?”
            “Kak Dita, kak. Kak Ditaa.”
            “Ada apa dengan kakakmu, Fi?”
            “Kak Dita tadi pagi jam 3 dipanggil Yang Kuasa.”
            “Innalillahi wainnailahi rojiun. Kakak turut berduka citaa Fi,. Pemakamannya jam berapa?”
            “Mungkin jam 10.an kak.”
            “Pasti kakak datang ke rumah mu kok, udah yaa.”
-------------------------------------------------------------------------------
            “Ya Tuhan, benar apa yang dikatakan Dita. Berarti saat itu Dita sudah tau bahwa umurnya tak lama lagi” batin Fandi. Fandi dan Ega pun datang ke rumah Dita. Dan mereka mengikuti acara pemakamannya. Setelah semua sanak keluarga kembali ke rumah.
            “Gue bakal nepatin amanat lo, Dit. Tenang aja.” Ucap Fandi terbata-bata karena gak nyangka dia harus kehilangan 2 sahabat yang benar-benar berarti buat dia.

            Seminggu setelah kepergian Dita…
Evan mencoba menghubungi Dita. Saat itu, handphone Dita berada dalam genggaman Fandi. ‘Evan-calling’. “Aduuuh, angkat gak yaa, angkat gaakk.” Fandi ragu. Dan akhirnya Fandi memutuskan untuk mengangkat telepon Evan.
              “Hai Dit.”
            “Hmm.. Van, gue Fandi.”
            “Loh, kenapa handphone nya die lo, Fan.”
            “Hmm.. Mending sekarang elo ke rumah gue deh Van.”
            “Yaudah deh, gue ini ke rumah elo yaa.”

Evan segere ke rumah Fandi. Entah apa yang akan dikatakan Fandi pada Evan.
            “Hai, Fan. Ada apa elo nyuruh gue kemari?”
            “Dita pasti di sini kan? Handphone nya aja di kamu.”
            “Hmm.. Dita enggak di sini kok Van, dia udah di ….”
            “Di mana Fan? Yang jelas dong.”
            “Dia udah di panggil Yang Kuasa Van.”
            “Gak mungkin. Pasti barusan aku salah denger, ini gak mungkin.”
            “Enggak Van, ini beneran.”
            “Elo pasti bohong Fan. Elo pasti bohong kan Fan?”
            “Enggak Van, gue ngomong apa adanya. Dan hari ini tepat 7 hari kepergian Dita.”
Evan sangat tidak percaya dengan apa yang dikatakan Fandi. Namun, entah air matanya jatuh seketika, dan hatinya merasakan bahwa Dita telah pergi meninggalkannya.
            “Udaah Van, kalo elo gak percaya. Sekarang kita ke rumah Dita.” Ajak Fandi
            “Okee, kita ke rumah Dita.”
Mereka pun memutuskan untuk menuju ke rumah Dita yang jaraknya tak jauh dari rumah Fandi.
            “Assalamualaikum, permisi tante.” ucap Fandi
            “Wa’alaikumsalam, eh nak Fandi dan nak Evan. Silahkan duduk.”
            “Iya tante makasih. Hmm, maaf kami turut berbela sungkawa atas kepergian Dita ya tante.”
            “Makasih ya nak. Tante sangat bersyukur karena anak tante memilik sahabat seperti kalian.”
            “Makasih tante, kalo boleh menjelaskan, sebenarnya apa penyebab kepergian Dita, tante?”
Evan hanya terdiam, seolah dia tidak bisa berkata-kata. Hatinya makin mantap, bahwa Dita telah pergi jauh, dengan dilihatnya berbagai ucapan berbela sungkawa. Di saat seperti ini, mungkin air matanya masih berusaha Evan bendung, tapi entah nanti.
            “Gini nak ceritanya : Dita itu sudah lama mengindap penyakit jantung. Akhir-akhir ini sikapnya memang sedikit berubah. Kesehatannya pun menurun. Dan mungkin dia terlalu dirundung banyak masalah. Seminggu sebelum kepergiannya, Dita sempat mengatakan bahwa dirinya akan pergi jauh, tapi tante tidak percaya dengan apa yang dikatakan Dita. Sekitar satu hari sebelum Dita pergi, penyakit jantungnya kumat. Dan keadaannya sudah sangat kritis. Di hari itu pula, Dita nampak berubah, dia sering diam dan menyendiri. Bahkan, barang-barang Dita sudah dirapikannya sebelum dia pergi jauh nak.” Mama Dita menjelaskan kronologinya dengan air mata yang terus mengalir dan pengucapan yang tak jelas. Mungkin, mama Dita masih sangat kehilangan anak yang dicintainya.
            “Hmm.. Dita meninggalkan pesan kepada tante untuk kami?” ujar Evan
            “Eh iya, Dita sempat meninggalkan kertas ini di lemari kecilnya.”
            “Makasih ya tante, boleh saya bawa pulang?” tanya Evan
            “Tentu saja, nak. Terima kasih atas kasih sayang kalian terhadap Dita ya nak.”
            “Sama-sama tante, kami pulang dulu. Sekali lagi, kami turut berbela sungkawa.”
------------------------------------------------------------------
            “Gue mau ke makam-nya Dita, Fan.”
            “Okee, gue ajak elo ke makamnya Dita. Tapi gue mohon, bending dulu air mata elo. Walaupun gue tau ini berat banget buat elo. Elo cowok Van, elo harus kuat.”
            “Okee Fan, gue janji.”
Setelah beberapa menit dari rumah Dita, mereka sampai di makam tempat Dita di kuburkan.
            “Ditaa sayang................

#to be continued 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar