Sabtu, 10 Desember 2011

Empat Puluh Hari (Part 4)


Sore harinyaa.. Saat Dita membuat album foto kenangan nya bersama Evan. Tiba-tiba, Evan menelpon Dita dan mengajak Dita keluar bareng kayak dulu lagi. Dita gak berharap banyak bisa balikan lagi sama Evan. Walaupun dalam hatinya masih sayang banget sama Evan. Tak lama kemudian, Evan menjemput Dita dan pergi ke tempat pertama dimana cerita cintanya mereka dimulai.
            “Dit, aku minta maaf waktu kejadian kemarin itu. Aku nyesel gak ndengerin penjelasan aku dulu.”
            “Yaudah, gapapa kok. aku ngerti pasti kamu emosi.”
            “Kamu mau maafin aku kan Dita sayang?”
            “Iyaa Van, aku mau maafin kamu kok.”
            “Beneran?” tangan Evan menggenggam tangan Dita
            “Iyaa Evan sayang, beneran.”
            “Boleh kan kalo aku balikan lagi sama kamu, Dit?”
            “Hmm.. Gimana yak gimanaa?” sambil melepaskan genggaman Evan
            “Kalo kamu gak mau gapapa kok Dit”
            “Hmm..” sambil berjalan membelakangi Evan
            “Diiit.. Kalo gak mau dijawab sekarang gapapa kok.”
Dita langsung menengok kehadapan Evan “Yaah, kayaknya aku gak bisa deh kalo gak nrima kamu lagi.” sambil tersenyum menatap Evan
            “Makasih yah sayang” di dekaplah Dita dalam dekapannya
Akhirnya, mereka balikan dan kembali pulang karena hari sudah menjelang malam..


            Setelah beberapa hari mereka balikan. Masalah pun belum kunjung datang. Dan tepat di hari ulang tahun mamanya, Dita dan mama serta adik-adik Dita berlibur ke puncak. Mereka memutuskan untuk menempati villa milik alm eyang Dita. Serasa hati Dita sangat gembira, karena sudah lama Dita tidak merasakan nikmatnya berlibur bersama. Tapi sayang, papa tak hadir dalam suasana ini. Karena papa Dita menggugat cerai mamanya. Dan papa tak lagi serumah bersama. Dari kecil Dita memang tak dekat dengan papanya. Rasa benci dari hati Dita pun masih ada. “Sudahlah, aku boleh sedih akan hal ini, tapi ini saat yang tidak tepat, karena mungkin ini terakhir kalinya aku merasakan kebersamaan ini” keluh Dita.
            Di saat senggang, mamanya duduk di balkon. Dita pun menghampiri mama nya. Mungkin mama masih kepikiran papa. Tapi, ini waktu yang tepat..
            “Maa, kalo Dita gak ada jangan sedih yaa.” ujar Dita
            “Huush, kamu ngomong apa si Dit.”
            “Tapi kan setiap orang pasti dipanggil Yang Kuasa.”
            “Tapi kan mama belum liat kamu dewasa nanti. Pokoknya mama pingin liat kamu dewasa mbawa gelar sarjana psikolog kayak mama.”
            “Tapi maa..”
            “Udah nak, walaupun kamu mengindap penyakit jantung, tapi mama yakin kamu bakal sembuh kok.”
            Dita langsung mengambil kertas, dan di buatnya sebuah pesawat. Di pesawat itu bertuliskan, “Dita sayang Papa, Mama, Rafi, Lilya, Evan” dan dihadapan mamanya Dita menerbangkan pesawat itu dengan perasaan sakit. Namun, Dita mencoba tersenyum dan menyembunyikan air matanya dari mama, tapi sayang air mata itu perlahan menetes, dengan begitu cepat Dita meninggalkan mama karena Dita tak ingin mama melihat air mata ini.
-------------------------------------------------
            Keesokan lusanya Dita telah kembali ke rumahnya. Dan tiba-tiba Evan sms kalo dia udah ada di rumah Dita buat pergi bareng. Yaah, Dita gak mungkin nolak permintaannya.
Ternyata, Evan mengajak Dita ke sebuah danau…
            “Dit, naik perahu itu yuk ngelilingi danau ini” ucap Evan sembari menarik tangan Dita
            “Eeehh..”
            “Udah sini naik”
Dita pun menuruti Evan. Saat ini lah, saat-saat terindah sebelum aku pergi meninggalkan orang-orang yang aku sayang, batin Dita.
            “Keren kan pemandangannya, Dit?”
            “Iyaa Van.” Sembari tersenyum dengan lesung pipitnya
            “Liat deh, itu ada sepasang merpati.”
            “Yang nantinya satu dari merpati itu meninggalkan karena terbang abadi selamanya” ujar Dita
            “Dit, kamu kok bilang gitu si?” tatapan Evan tertuju pada Dita
            “Gapapa kok Van, gapapa.” Dita yang mencoba membendung air matanya.
            “Bilang aja sama aku, sayang. kamu kenapa?”
            “Gapapa kok sayang, gapapa” kali ini air matanya tak tertahankan.
Evan pun langsung memeluk Dita, mencoba menenangkan kekasihnya. Tiba-tiba langit pun mendung, hujan langsung turun dengan derasnya. Evan langsung meminggirkan perahu itu dan menarik Dita ke sebuah rumah pohon.
            “Sini sayang, pake jaketku aja” Evan menawarkan
            “Nanti kamu gimana sayang?”
            “Udah gapapa sayang, dipake kamu aja.”
Tubuh Dita menggigil kedinginan. Evan masih setia di samping Dita, di genggam nya tangan Dita. Sesekali Dita memperhatikan Evan, tatapan mata Evan yang tulus. Ya Tuhan, semoga Evan mendapatkan seseorang perempuan yang lebih baik daripada aku saat aku tiada nanti, batin Dita sembari masih memperhatikan Evan.
            “Dita sayang..”
            “Iyaa Van, kenapa?”
            “Aku sayang banget sama kamu Dit”
setelah itu, Evan mengecup kening Dita.
            “Aku juga sayang banget sama kamu Van” Dita melempar senyum nya

            Setelah sekitar satu jam kemudian, hujan pun berhenti. Dari arah belakang sana, matahari pun nampak kembali, dan terbentuk sebuah pelangi di sana. 
            “Pelangi nya keren ya Dit.”
            “Iyaaa Van.”
            “Cantik yaa kayak kamu.”
            “Gagal gombal Van gagal gombal.” Sambil menjulurkan lidah
            “Van, main layangan yuk.” ajak Dita
Mereka pun membeli selembar kertas minyak di took dekat situ. Dengan berbalut canda tawa, mereka membuat layangan.
            “Ehh bentar Van, jangan diterbangin dulu.”
Di layang itu, Dita menuliskan, “Dita sayang Evan selamanya”. Evan tersenyum melihat tulisan itu. Matanya mulai berkaca-kaca.
            “Udah dong Van, kita terbangin yuk layangannya.”
Evan pun menerbangkan layang itu. Canda tawa terpancar dari aura mereka. Rasanya tak pernah seindah ini sebelumnya, makasih Ya Allah, ucap Dita dalam hatinya. Mereka menghabiskan seharian itu bersamaa.
Saat mereka akan meninggalkan danau itu.....

#To be continued
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar