“Ditaa sayang, aku minta maaf sama
kamu, waktu hari itu aku loss-contact sama kamu. Padahal aku yakin, kamu
mesti butuh aku. Aku minta maaf sayang, aku gak ada di sampingmu saat hembusan terakhir kali nafasmu. Aku minta mmaf, aku masih banyak banget kesalahan yang
pernah aku lakuin. Aku masih belum bisa mbuat kamu bahagia, aku masih sering
mbikin kamu sedih, marah, yang mungkin kamu sempet benci sama aku. Aku minta
maaf.” Evan berlutut di dekat batu nisan alm. Dita.
“Udah Van, pasti Dita seneng liat kamu dateng ke sini. Yang kuat!”
“Ditaa, ternyata apa yang kamu bilang ke aku waktu itu bener, dan kata-kata yang tersusun dan kamu tuliskan di layang-layang yang pernah kita buat itu kenyataan. Sayang mu ke aku selamanya. Dan kini kamu udah pergi ninggalin aku. Kenapa kamu gak pernah bilang kalo kamu punya penyakit jantung, Dit. Kenapa?”
“Udaah lah Evan, pasti Dita punya maksut sendiri kenapa dia nyembunyiin itu semua dari kamu.”
“Iyaa Fan, gue ngerti. Tapi gak seharusnya gini.
Ditaa, sekarang aku gak bisa bareng-bareng lagi sama kamu, aku bakalan kesepian Dit tanpa kamu. Aku mesti slalu ngrinduin kamu, Dit.”
“Van, ayok Van kita pulang, ini udah mau maghrib.”
“Iyaa Fan, bentar. Ditaa, makasih yaa selama ini kamu udah ngasih yang terbaik buat aku. Selama ini kamu ngrelain perasaanmu buat aku. Makasih buat semuanya Dit. Semua yang udah kamu kasih ke aku. Makasih, kamu sempet ndoain aku biar aku dapet pengganti yang lebih baik. Tapi yakin, posisimu di hatiku lebih tinggi daripada posisi orang yang nantinya jadi kekasihku.”
Rasanya Evan lemah, tanpa daya bila kini ia rasakan hal yang amat pahit. Harus ditinggalkan oleh Rangga, sahabat terdekatnya dan kini Dita, kekasihnya.
“Dit, aku yakin, kamu pasti bahagia di sana. Semoga Allah selalu menaungimu. Evan bakal baik-baik aja kok, walau awalnya emang sakit. Udah dulu yaa Dit.” ujar Fandi
“Sayang, aku pulang dulu. Aku sayang banget sama kamu, Dit.” ujar Evan.
---------------------------------------------------------------------------------
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah Fandi.
“Fan, sebenernya Dita pernah cerita apa aja si sama elo?” ujar Evan
“Dia pernah bilang kalo dia punya penyakit jantung, Van. Tapi dia nglarang gue buat ngomong ke elo. Dan gue cuma mau ngasih saran ke elo, Van. Dia itu sayang banget sama elo, elo tau kan? Elo tau gak waktu elo cemburu berat sama Rangga?”
“Iyaa kenapa, Fan?”
“Harusnya elo gak boleh negative thingkin tentang Rangga, Van. Elo tau kenapa Dita deket sama Rangga? Elo udah sahabatan lama sama Rangga. Rangga tau banget seluk beluk elo. Dita termasuk cewek terbuka yang sedikit-sedikit cerita sama Rangga. Harusnya elo gak boleh marah, kalo Dita cerita sama Rangga, elo bakal tau apa yang sebenernya Dta harapin dari elo. Dita gak mungkin bilang kalo dia mau ini mau itu tentang elo. Iyaa kan?”
“Iyaa Fan, gue sadar.”
“Dan elo tau, karena bingungnya Dita, dia ngajak Rangga buat beli kado buat elo. Waktu di distro, Dita milih-milih baju bukan buat Rangga, Van. Tapi buat elo. Sekarang gini deh, kalo misal elo mau ngasih kado buat Dita tanpa harus elo nanya sama Dita dia mau apa. Elo gampang tinggal tanya Rangga kan.”
“Iyaa Fan, waktu itu gue gak sempet mikir sampe segitunya. Gue akui gue masih terbakar cemburu.”
“Yaudah deh Van, semuanya udah berlalu. Dari pengalaman lo ini, semoga ada hikmahnya buat elo, Van.”
“Makasih Fan, elo udah jadi sahabat gue yang bisa ngajarin gue ngambil hikmah dari pengalaman lalu gue.”
“Sama-sama Van, yang tegar yaa. Pasti Dita seneng banget kalo gue udah njelasin ini semua ke elo.”
“Gue bangga banget punya sahabat kayak kalian.”
“Eh iya Van, kotak yang waktu itu ada di depan rumah elo, itu dari Dita. Album foto di dalam kotak itu, yang bikin Dita sendiri, Van. Origami itu juga Dita bikin sendiri susah payah dan jumlah nya unik, kayak tanggal jadian elo sama Dita 25+03+20+10 = 58. Dan ada gitar juga kan? Padahal Dita pingin banget nunjukin ke elo permaianan gitarnya. Tapi sayang, mungkin Dita kelupaan atau waktunya gak kesampaian.”
“Yaaah, tapi gak apa, kenangan gue sama Dita yang gak akan bisa gue lupain.”
“Elo bersyukur banget Van, punya pacar kayak Dita.”
“Iyaa Fan..”
-----------------------------------------------------------------------------------
Sejak hari ini Evan tau bahwa kekasihnya pergi meninggalkan dirinya. Hari-hari yang dijalaninya pun tampak tak ceria. Wajah murung dan sedih masih terpampang dari raut Evan. Matanya bengkak, karena tiap malamnya Evan masih selalu menangis semua tentang Dita.
"Sekarang, kalo malam gak ada lagi yang bisa diajak bercandaan, sedih, curhat di telepon, tiap malam gak ada kata yang terucap "aku sayang banget sama kamu, Van." dari mulut Dita. Dulu ataupun sekarang, tiap malam pasti Dita selalu ada dalam pikiranku. Aku kangen tawanya Dita, kangen waktu nangis bareng, kangen waktu kita ngambek-ngambekan. Kalo pagi, biasanya aku sms Dita, dia nemenin aku. Waktu aku sama Dita keluar bareng, main-main bareng. Waktu aku sama Dita main di danau, di rumah pohon, di taman. Waktu aku masih di kasih kesempatan buat nyuapin Dita. Waktu makan es krim, manisan gulali 1 untuk berdua. Waktu aku genggam erat tangannya, seakan gak ada seorangpun yang bisa misahin kita. Waktu aku peluk Dita, seakan aku sangat nyaman dalam dekapannya. Waktu aku apa Dita sakit, pasti kita saling ndoain biar cepet sembuh, kita cerewet nyuruh makanlah, istirahatlah, minum obatlah. Waktu Dita perhatian banget sama aku. Tapi sekarang, aku gak bisa ngrasain itu semua bareng dia. Semua itu bukan untuk diingat tapi untuk dikenang. Aku gak bisa lagi ndenger suaranya, liat senyuaman dan tawanya, gak bisa lagi nggenggam tangannya, gak bisa lagi ada di sampingnya waktu dia butuh aku. Sekarang, aku belum bisa 'move-on', aku masih sayang banget sama dia. Andaikan, masih ada waktu untukku agar bisa menjalani hidupku bersama dia. Tapi apa, dia udah pergi ninggalin aku. Satu hal, aku seneng masih bisa sempet jadi kekasihnya." ucap Evan seakan berkata sendiri dengan hati yang amat sedih dan terluka, tetesan air matany tak hentinya mengalir. Yang ada hanya air mata bila Evan melihat album foto yang dibuat Dita....
“Udah Van, pasti Dita seneng liat kamu dateng ke sini. Yang kuat!”
“Ditaa, ternyata apa yang kamu bilang ke aku waktu itu bener, dan kata-kata yang tersusun dan kamu tuliskan di layang-layang yang pernah kita buat itu kenyataan. Sayang mu ke aku selamanya. Dan kini kamu udah pergi ninggalin aku. Kenapa kamu gak pernah bilang kalo kamu punya penyakit jantung, Dit. Kenapa?”
“Udaah lah Evan, pasti Dita punya maksut sendiri kenapa dia nyembunyiin itu semua dari kamu.”
“Iyaa Fan, gue ngerti. Tapi gak seharusnya gini.
Ditaa, sekarang aku gak bisa bareng-bareng lagi sama kamu, aku bakalan kesepian Dit tanpa kamu. Aku mesti slalu ngrinduin kamu, Dit.”
“Van, ayok Van kita pulang, ini udah mau maghrib.”
“Iyaa Fan, bentar. Ditaa, makasih yaa selama ini kamu udah ngasih yang terbaik buat aku. Selama ini kamu ngrelain perasaanmu buat aku. Makasih buat semuanya Dit. Semua yang udah kamu kasih ke aku. Makasih, kamu sempet ndoain aku biar aku dapet pengganti yang lebih baik. Tapi yakin, posisimu di hatiku lebih tinggi daripada posisi orang yang nantinya jadi kekasihku.”
Rasanya Evan lemah, tanpa daya bila kini ia rasakan hal yang amat pahit. Harus ditinggalkan oleh Rangga, sahabat terdekatnya dan kini Dita, kekasihnya.
“Dit, aku yakin, kamu pasti bahagia di sana. Semoga Allah selalu menaungimu. Evan bakal baik-baik aja kok, walau awalnya emang sakit. Udah dulu yaa Dit.” ujar Fandi
“Sayang, aku pulang dulu. Aku sayang banget sama kamu, Dit.” ujar Evan.
---------------------------------------------------------------------------------
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah Fandi.
“Fan, sebenernya Dita pernah cerita apa aja si sama elo?” ujar Evan
“Dia pernah bilang kalo dia punya penyakit jantung, Van. Tapi dia nglarang gue buat ngomong ke elo. Dan gue cuma mau ngasih saran ke elo, Van. Dia itu sayang banget sama elo, elo tau kan? Elo tau gak waktu elo cemburu berat sama Rangga?”
“Iyaa kenapa, Fan?”
“Harusnya elo gak boleh negative thingkin tentang Rangga, Van. Elo tau kenapa Dita deket sama Rangga? Elo udah sahabatan lama sama Rangga. Rangga tau banget seluk beluk elo. Dita termasuk cewek terbuka yang sedikit-sedikit cerita sama Rangga. Harusnya elo gak boleh marah, kalo Dita cerita sama Rangga, elo bakal tau apa yang sebenernya Dta harapin dari elo. Dita gak mungkin bilang kalo dia mau ini mau itu tentang elo. Iyaa kan?”
“Iyaa Fan, gue sadar.”
“Dan elo tau, karena bingungnya Dita, dia ngajak Rangga buat beli kado buat elo. Waktu di distro, Dita milih-milih baju bukan buat Rangga, Van. Tapi buat elo. Sekarang gini deh, kalo misal elo mau ngasih kado buat Dita tanpa harus elo nanya sama Dita dia mau apa. Elo gampang tinggal tanya Rangga kan.”
“Iyaa Fan, waktu itu gue gak sempet mikir sampe segitunya. Gue akui gue masih terbakar cemburu.”
“Yaudah deh Van, semuanya udah berlalu. Dari pengalaman lo ini, semoga ada hikmahnya buat elo, Van.”
“Makasih Fan, elo udah jadi sahabat gue yang bisa ngajarin gue ngambil hikmah dari pengalaman lalu gue.”
“Sama-sama Van, yang tegar yaa. Pasti Dita seneng banget kalo gue udah njelasin ini semua ke elo.”
“Gue bangga banget punya sahabat kayak kalian.”
“Eh iya Van, kotak yang waktu itu ada di depan rumah elo, itu dari Dita. Album foto di dalam kotak itu, yang bikin Dita sendiri, Van. Origami itu juga Dita bikin sendiri susah payah dan jumlah nya unik, kayak tanggal jadian elo sama Dita 25+03+20+10 = 58. Dan ada gitar juga kan? Padahal Dita pingin banget nunjukin ke elo permaianan gitarnya. Tapi sayang, mungkin Dita kelupaan atau waktunya gak kesampaian.”
“Yaaah, tapi gak apa, kenangan gue sama Dita yang gak akan bisa gue lupain.”
“Elo bersyukur banget Van, punya pacar kayak Dita.”
“Iyaa Fan..”
-----------------------------------------------------------------------------------
Sejak hari ini Evan tau bahwa kekasihnya pergi meninggalkan dirinya. Hari-hari yang dijalaninya pun tampak tak ceria. Wajah murung dan sedih masih terpampang dari raut Evan. Matanya bengkak, karena tiap malamnya Evan masih selalu menangis semua tentang Dita.
"Sekarang, kalo malam gak ada lagi yang bisa diajak bercandaan, sedih, curhat di telepon, tiap malam gak ada kata yang terucap "aku sayang banget sama kamu, Van." dari mulut Dita. Dulu ataupun sekarang, tiap malam pasti Dita selalu ada dalam pikiranku. Aku kangen tawanya Dita, kangen waktu nangis bareng, kangen waktu kita ngambek-ngambekan. Kalo pagi, biasanya aku sms Dita, dia nemenin aku. Waktu aku sama Dita keluar bareng, main-main bareng. Waktu aku sama Dita main di danau, di rumah pohon, di taman. Waktu aku masih di kasih kesempatan buat nyuapin Dita. Waktu makan es krim, manisan gulali 1 untuk berdua. Waktu aku genggam erat tangannya, seakan gak ada seorangpun yang bisa misahin kita. Waktu aku peluk Dita, seakan aku sangat nyaman dalam dekapannya. Waktu aku apa Dita sakit, pasti kita saling ndoain biar cepet sembuh, kita cerewet nyuruh makanlah, istirahatlah, minum obatlah. Waktu Dita perhatian banget sama aku. Tapi sekarang, aku gak bisa ngrasain itu semua bareng dia. Semua itu bukan untuk diingat tapi untuk dikenang. Aku gak bisa lagi ndenger suaranya, liat senyuaman dan tawanya, gak bisa lagi nggenggam tangannya, gak bisa lagi ada di sampingnya waktu dia butuh aku. Sekarang, aku belum bisa 'move-on', aku masih sayang banget sama dia. Andaikan, masih ada waktu untukku agar bisa menjalani hidupku bersama dia. Tapi apa, dia udah pergi ninggalin aku. Satu hal, aku seneng masih bisa sempet jadi kekasihnya." ucap Evan seakan berkata sendiri dengan hati yang amat sedih dan terluka, tetesan air matany tak hentinya mengalir. Yang ada hanya air mata bila Evan melihat album foto yang dibuat Dita....
#sad-ending
Tidak ada komentar:
Posting Komentar